STAIN Kepri Undang Guru Besar Filsafat Ilmu UGM dalam Membedah Paradigma Keilmuan

Prof. Mukhtasar Syamsudin

KEPRI – Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Sultan Abdurrahman Kepulauan Riau menguatkan konsep keilmuan untuk menuju perubahan menjadi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) dengan menggelar seminar daring, Senin (21/12/2020). Kegiatan ini dibuka secara resmi oleh Ketua STAIN Sultan Abdurrahman Kepulauan Riau, Dr. Muhammad Faisal, M.Ag.

Dalam sambutannya, ia berharap dengan adanya seminar ini bisa mengasilkan pandangan yang mampu menjadi landasan dalam perkembanga STAIN menjadi IAIN. “Semoga dengan adanya webinar ini bisa menjadi masukan penting dalam membangun paradigma keilmuan untuk perubahan status menjadi IAIN,” katanya dalam sambutan.

Sedangkan pembicara dalam webinar ini yakni Prof. Mukhtasar Syamsuddin, guru besar Filsafsat Ilmu dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta dan M. Zamhari, M.HI, Ketua Program Studi Hukum Keluarga Islam (HKI) sekaligus koordinator konsep paradigma keilmuan untuk pengembangan menjadi IAIN.

Dalam paparannya, Zamhari mengatakan, istilah lebah ini diambil dari kata nahl sebagaimana yang termaktub dalam al-Qur’an surah an-nahl. Sedangkan konsep lebah yang akan dikembangkan dalam paradigma keilmuan di STAIN ini mengacu pada konsep yang termuat di dalam Al-Qur’an, khususnya pada surah an-nahl ayat 68.

“Saya justru lebih tertarik dari yang bagian akhir ayat ini, bahwa kita dirusuh Allah mengambil ibaroh dari lebah agar kita berfikir,” ujar dia. Zamhari menerangkan, pada dasarnya, ada banyak bagian lebah yang bisa dijadikan sebagai contoh untuk mengembangkan konsep keilmuan. Dalam hal ini, pihaknya mengambil dari anatomi tubuh lebah itu sendiri.

“Sifat lebah itu sendiri tidak mudah merusak, justru malah memberikan faidah kepada yang lain. Seperti, bunga mendapatkan manfaat ketika ada lebah yang mengambil sarinya,” kata dia.

Sedangkan menurut Prof. Mukhtasar Syamsudin, paradigma keilmuan yang hendak dibagun STAIN Sultan Abdurrahman Kepulauan Riau sebaiknya bertumpu pada nilai kemanfaatan. Kemanfaatan adalah dimensi aksiologi dari ilmu pengetahuan. Hal ini, kata dia, akan memberikan dampak yang besar bagi perbedaan konsep yang diusung STAIN yang bertumpu pada nilai kemelayuan.

“Kemelayuan sebagai prinsip dasar, maka IAIN akan bertumpu pada nilai-nilai kemelayuan. Nilai kemelayuan ini tentu berlandaskan pada nilai agama Islam,” kata dia.

Yang terpenting dari paradigma keilmuan yang harus dibangun ialah supaya mengedepankan nilai-nilai islam dan kearifan lokal. Hal ini yang berbeda dengan keilmuan barat yang lebih mengedapankan rasionalitas sehingga minus nilai dalam keilmuannya.

“Barat sudah mengalami stagnasi dalam keilmuan karena minus nilai-nilai. Sebab itu, kita tidak lagi membahas tentang dikotomi, melainkan sudah integrasi. Agama dan sains itu tidak lagi dikotomis, melainkan haruslah dialogis,” kata dia. Mukhtasar berharap agar STAIN ataupun IAIN Sultan Abdurrahman kelak tetap memiliki nilai dasar berdasarkan nilai asli yang dimiliki oleh bangsa ini. []

One Reply to “STAIN Kepri Undang Guru Besar Filsafat Ilmu UGM dalam Membedah Paradigma Keilmuan”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *