Kaji Konsep Multiakad Perbankan Syariah, Dosen STAIN Kepri M Taufiq Sandang Gelar Doktor Bidang Hukum Ekonomi Syariah

Kepri – Salah seorang dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Kepulauan Riau (STAIN Kepri), M. Taufiq berhasil menyandang gelar doktor hukum di bidang Hukum Ekonomi Syariah setelah mempertahankan disertasinya dalam ujian terbuka di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Sabtu (19/2/2022).

Disertasi yang diujikan di hadapan sejumlah pakar dan guru besar hukum itu berjudul Formulasi Multi Akad dalam Pengembangan Produk Perbankan Syariah di Indonesia yang diketuai oleh Dekan Fakultas Hukum UII, Dr. Abdul Jamil, S.H., M.H.

Dalam penjabarannya, Taufiq menjelaskan saat ini tidak dipungkiri masih ada beberapa stakeholder perbankan syariah di Indonesia yang belum terlepas dari bayangan teks otoritatif yang terdiri 3 buah hadist yang secara jelas melarang multiakad.

Menurutnya, hal itu kemudian menimbulkan pertanyaan apakah produk perbankan syariah Indonesia yang menggunakan multiakad itu berprinsip syariah atau tidak, sehiggga perlu ada ada rekonsepsi pemahaman stakeholder perbankan syariah Indonesia dalam pengembangan produk syariah yang menggunakan multiakad.

Lebih lanjut iya menjabarkan, sesungguhnya, Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) sudah mengeluarkan fatwa sebagai legalitas atas model multiakad, seperti fatwa Nomor: 27/DSN-MUI/III/2002 tentang Al-Ijarah AL-Muntahiyah bi Al-Tamlik dan fatwa Musyarakah Mutanaqishah, akan tetapi hal itu dinilai belum cukup.

“Sekalipun sudah ada fatwa, akan tetapi belum ada fatwa berupa formulasi multiakad yang unitikatif dan praktis sebagai pedoman bagi akademisi dan stakeholder perbankan syariah untuk berinovasi dan menghasilkan produk dengan menggunakan konsep multiakad,” ujar doktor yang bertugas di Program Studi Hukum Ekonomi Syariah STAIN Kepri itu.

Oleh sebab itu menurut Taufiq, dibutuhkan sebuah formulasi multiakad untuk mempercepat pengembangan produk perbankan syariah di Indonesia. formulasi ini akan mampu membantu pelaku industri perbankan dalam pemenuhan prinsip-prinsip produk yang menggunakan konsep multiakad. Selain itu, hal tersebut akan memberikan diferensiasi produk perbankan syariah karena mampu memenuhi kebutuhan nasabah yang makin hari makin kompleks.

Lima formulasi yang ditawarkannya adalah, pertama adanya kesepakatan dua pihak untuk melaksanakan satu transakasi yang mengandung dua akad atau lebih sehingga semua akibat hukum akad-akad tersebut serta semua akibat yang ditimbulkannya dipandang sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan sebagaimana akibat hukum dari satu akad.

Formulasi kedua adalah akad pertama menimbulkan akad kedua sebagai respon, kesempurnaan akad pertama tergantung pada kesempurnaan akad kedua melalui proses timbal balik. Ketiga, menghimpun akad-akad yang boleh berhimpun dalam satu akad yang dapat memiliki akibat hukum yang berbeda atau sama.

Keempat, dua akad yang berbeda motifnya yaitu akad pokok yang memiliki motif berbeda tidak dapat bertemu atau digabung dalam satu transaksi serta yang kelima menggunakan beberapa akad pokok secara bergantian dalam transaksi yang menggunakan proses waktu cukup lama.

Berangkat dari lima formulasi tersebut, Taufik menyarankan agar DSN-MUI sebagai otoritas tertinggi dalam pemenuhan prinsip syariah untuk segeral mengeluarkan fatwa, pedoman ataupun edaran implementasi tentang formulasi di perbankan syariah di Indonesia agar tidak ada lagi kesalahan penafsiran dalam penggunaan multiakad.

Sementara itu, salah seorang penguji yang merupakan mantan Hakim Agung RI, Prof. Dr. Abdul Manan, S.H., M.Hum menyebutkan kalau bisa saran yang diberikan oleh Taufiq tidak hanya sebatas kepada SMN-MUI saja, akan tetapi juga kepada lembaga-lembaga berkompeten lainnya seperti Mahkamah Agung maupun Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Ujian terbuka yang dilakukan secara daring dan luring itu menghadirkan sejumlah pakar hukum sebagai dewan penguji seperti Prof. Jawahir Thontowi, S.H., Ph.D yang merupakan Ketua Prodi Hukum Program Doktor Hukum UII. Selanjutnya terdapat Prof. Dr. Abdul Ghofur Anshori, S.H., M.H yang merupakan guru besar hukum Universitas Gajah Mada merangkap promotor serta Dr. Aunur Rohim Faqih, S.H. M.Hum merangkap co-promotor.

Selanjutnya terdapat Prof. Dr. Abdul Manan, S.H., M.Hum yang merupakan guru besar Universitas Jaya Baya, Prof. Dr. Syamsul Anwar yag merupakan guru besar UIN Sunan Kalijaga, serta Dr. Nurjihad, S.H., M.H dan Agus Trianta, MA., M.H, Ph.D dari UII.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *