Bahasa Indonesia berasal dari bahasa melayu yang dibakukan dan disahkan pada tanggal 28 Oktober 1928, yang diresmikan sebagai Bahasa Persatuan dan bertepatan dengan Sumpah Pemuda yang dalam ikrar ke tiga berbunyi, “menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”. Dengan demikian, Sumpah Pemuda merupakan peristiwa penting demi memelopori perjuangan identitas bangsa, sesuai dengan tiga ikrar tersebut yakni, mengaku bertumpah darah satu, tanah Indonesia, mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia, dan menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Bahasa melayu tumbuh dan berkembang dan menjadi sebagai Bahasa perhubungan dan perdagangan yang digunakan di Kepulauan Nusantara hingga seluruh Asia Tenggara.
Berawal Dari Aksara Palawa
Awal mula Bahasa Indonesia dimulai dengan kehadiran Bahasa Melayu. Bahasa Melayu sendiri merupakan turunan dari Bahasa Austronesia Purba, dengan corak bahasa yang sangat melekat dan dipakai di Kalimantan Barat sekitar dua juta tahun yang lalu. Nenek moyang dari Pengujar Bahasa Melayu Purba berhasil meyebarkan bahasa tersebut dengan interaksi yang dilakukan secara diam-diam. Pola penyebaran yang digunakan adalah perpindahan pemukiman dengan teknologi pelayaran sehingga sebagian besar daerah yang menggunakan system perairan adalah pengujar bahasa melayu. Teori ini pun dinyatakan oleh Nothofer pada tahun 1996.
Urutan migrasi dari asal Bahasa Melayu Purba di Kalimantan Barat (menurut Nothofer, 1995).
(sumber gambar aksara Palawa : Wikipedia)
Teks tertua dalam Bahasa melayu telah selesai ditulis di atas batu di Sumatera pada abad ke-7. Para ahli menyatakan bahwa Melayu Kuno mengikuti ortografi India melalui tulisan Palawa untuk mengingat teks yang mereka tulis. Tidak dipungkiri bahwa ortografi bahasa Latin dan Sansekerta sangat identic dengan tempat santuari yang menebarkan ajaran agama melalui bahasa tersebut yakni agama Kristen di Inggris dan agama Buddha di Sumatera.
Pada abad ke-20 penulisan bahasa daerah dengan menggunakan ortografi India masih berlanjut yang terkadang mereka mengukir di tanduk kerbau dan tabung bamboo yang dapat ditemukan di Sumatera dan Filipina, hal ini menjadi bukti bahwa masyarakat daerah bersifat literasi.
Aksara Arab Melayu dan Raja Ali Haji
Pada tahun 1303 para peneliti melakukan pengkajian mengenai prasasti Melayu Tua yang berisi tulisan dengan menggunakan ortografi Bahasa Arab yang dikenal tulisan Jawi dalam Bahasa Melayu Modern dan berisikan seputar undang-undang Islam.
Pada abad ke 15-16 terjadi penyebar luasan Bahasa Melayu Kuno ke seluruh wilayah Nusantara. Bahasa ini meluas dari tepi Samudra Pasifik di Ternate dan Pulau Bacan hingga jalan masuk Samudra Hindia di sepanjang pantai utara Sumatera. Para pedagang dan pandit juga tetap menggunakan Bahasa melayu dan membuat kelompok idiosinkratis di Thailand, Burma, Vietnam, dan India. Pedagang yang menggunakan Bahasa Melayu juga berlayar ke utara dari Manila untuk berniaga bertukar barang di pantai Papua Nugini. Dan pada abad ke-16 pula berakhir sudah masa yang panjang untuk sejarah bahasa Melayu.
Selanjutnya, pada abad ke-19 diera penjajahan Belanda banyak pelajar yang berasal dari Nusantara mengemban ilmu di Eropa. Hal tersebut mengakibatkan perubahan-perubahan Bahasa Melayu yang lebih maju dan peralihan dari Melayu Kuno menjadi Bahasa Melayu Modern. Setiap masyarakat sudah mulai menerapkan pemakaian Bahasa Melayu Modern pada kehidupannya, sehingga bahasa melayu ini melekat pada orang-orang yang bermigrasi dan menggunakannya sebagai alat komusikasi seperti bangsa China, India, dan Jepang. Berikut majalah dua mingguan yang diterbitkan dalam Bahasa Indonesia selama masa pendudukan Jepang, di dalam majalah tersebut juga terdapat Bahasa Jepang.
Berikut majalah dua mingguan yang diterbitkan dalam Bahasa Indonesia selama masa pendudukan Jepang, di dalam majalah tersebut juga terdapat Bahasa Jepang.
Pada dekade awal abad ke-19, ketika pemerintah jajahan Belanda di Batavia mulai timbul perhatian menyatukan manuskrip-manuskrip Melayu dan mengatur informasi yang dipercaya mengenai Bahasa Melayu, Kepulauan Riau-Lingga menjadi pusat perhatian. Hal ini hanya dirasakan pada kawasan tersebut, di pusat kota Johor lama, Bahasa Melayu tinggi masih dilafadzkan dan linguistic serta tradisi kesusastraan kuno yang masih disimpan. Tulisan-tulisan yang dihasilkan di Kepualauan Riau-Lingga semasa itu mengandung tradisi kesusastraan Melayu dan Islam dengan keyakinan tinggi untuk merekam dan mahami masa lalu, hal yang sesuai dengan desakan khusus pada masa kini. Karya tersebut tidak ada di mana pun kecuali dalam tulisan Raja Ali Haji bin Raja Ahmad.
Raja Ali haji mendalami hukum-hukum agama dan memahami sejarah Johor sehingga menjadikannya orang yang elite dikalangan masyarakat Penyengat. Sebagai juru bicara, status Raja Ali Haji di kalangan masyarakat Melayu wilayah ini terbilang cukup tinggi, dan dianggap sebagai cendikiawan ternama dikalangan bangsanya. Beliau pernah mendapatkan sponsor dari Elisa Netscher untuk menerbitkan syair-syairnya dalam majalah Bataviaasch Genootschap.
Raja Ali Haji merasa tata bahsa melayu di perlukan, maka ia pun menulis buku yang berjudul “Bustan al-Katibin” (kebun penulis-penulis) kemudian dicetak pada 1875 dan menjadi booming di sekolah-sekolah di Johor maupun Singapura. Karya-karya lainnya seperti Thamarat al-Mahammah dan Intizam Waza’if al-Malik ditulis sebagai buku peringatan waktu wafatnya Yamtuan Musa Ali tahun 1857 yang berisi nasihat-nasihat Raja dan aturan-aturan pemerintah. Selain itu, karyanya yang berjudul Tuhfat al-Nafis merupakan karya terkenal yang dibuat oleh Raja Ahmad tetapi disunting oleh anaknya. Selain itu, beliau juga menulis syair-syair Gurindam 12 dengan sebanyak 12 pasal yang dalam pasal tersebut mengandung makna dan pesan moral yang berbeda-beda.
Adanya kitab-kitab tersebut, semua karya Raja Ali haji dapat kita jadikan pedoman di masa sekarang. Sudah kewajiban kita sebagai manusia untuk menjaga dan melestarikan kitab-kitab tersebut dan menjadikan pedoman hidup yang tidak hanya di waktu dulu, melainkan untuk sekarang dan waktu yang akan datang.
Aksara Latin Menuju Bahasa Indonesia
Aksara latin sudah ada sejak abad ke-7, aksara tersebut barasal dari bangsa Yunani yang kemudian digunakan lagi oleh bangsa Etruria, dan dipelajari kembali oleh bangsa Romawi. Aksara latin dikenalkan secara resmi di Nusantara pada tahun 1536 melalui sekolah pertama di Indonesia yang didirikan di Ambon oleh penguasa Portugis, Antonio Galvao (Alif Danya Munsyi, 2005).
Bahasa melayu kemudian semakin berkembang dan menjadi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa sehari-hari, namun sempat terkendala karena pada awalnya Indonesia sendiri sudah memiliki banyak ragam Bahasa daerah.
Balai Poestaka didirikan pada tahun 1901 dengan tujuan sebagai percetakan buku belajar dan sastra. Dengan adanya bangunan tersebut, membuat Bahasa melayu semakin popular dan menciptakan varian Bahasa yang berbeda dengan bahasa melayu aslinya yang disebut dengan Van Ophuijsen.
Van Ophuijsen merupakan seorang pria dari Belanda yang mengubah Bahasa Melayu di Hindia-Belanda dengan membakukan Bahasa Indonesia menggunakan abjad latin. Ia juga editor buku terbitan Balai Pustaka, sehingga Bahasa tersebut melekat dengan identitas bangsa Indonesia
Bahasa Indonesia diresmikan sebagai Bahasa Persatuan pada 28 Oktober 1928 dalam Sumpah Pemuda. Muhammad Yamin yang seorang sastrawan dan ahli sejarah, pada pidatonya di Kongres Nasional kedua, ia berkata, “Jika mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang ada di Indonesia dan kesusastraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa diharapkan menjadi bahasa persatuan yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Tapi dari dua bahasa itu, bahasa Melayulah yang lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan atau bahasa persatuan.”
Dengan beberapa pertimbangan, Bahasa Melayu dijadikan sebagai bahasa persatuan, yaitu karena beberapa Bahasa daerah lainnya memiliki tingkatan Bahasa, seperti Bahasa Jawa dan Bahasa Sunda yang mengharuskan si komunikator pandai memahami dan mengetahui tingkatan Bahasa tersebut. Berbeda dengan Bahasa Melayu, yang tidak memiliki tingkatan dan sedikit sekali terpengaruhi oleh Bahasa lain seperti Cina Hokkien.
Masuknya Bahasa melayu di Asia Tenggara, menciptakan sebuah Bahasa persatuan yakni Bahasa Indonesia. Sebagai warga negara Indonesia sudah seharusnya kita menjaga dan melestarikan Bahasa Melayu serta karya-karya Raja Ali Haji Fisabilillah. Hiduplah dengan kerukunan agar tidak terjadi perpecahan.
Penulis : Annisa Rizka Pratiwi
28 Februari 2022, Tanjungpinang.