EKSISTENSI BAHASA MELAYU PASCA PENETAPAN RAJA ALI HAJI SEBAGAI PAHLAWAN NASIONAL

 

“ Ini Gurindam pasal yang kelima:

Jika hendak mengenal orang berbangsa

Lihat kepada budi dan bahasa.”

Penggalan bait Gurindam pasal ke lima karya Raja Ali Haji tersebut mengartikan  bahwasannya orang yang baik perilakunya di lihat dari budi pekerti yang baik serta memiliki tutur kata yang baik pula. Raja Ali Haji menuliskan gurindam berisikan petuah-petuah kehidupan yang ditulis menggunakan tafsiran Bahasa Melayu. Hal ini juga yang tersirat secara tidak langsung, bahwasannya Raja Ali Haji mengakui Bahasa Melayu sebagai bahasa yang baik dan santun.

 

Bahasa Melayu merupakan bahasa yang Sudah terpakai sejak abad ke 7 SM, hal ini dibuktikan dengan ditemukannya prasasti-prasasti dibeberapa titik didaerah Indonesia, salah satunya di Palembang pada tahun 683 M di Kedukan Bukit Berangka. Bahasa Melayu terus digunakan secara meluas mengikuti migrasi penduduk yang terus menyebar ke berbagai pulau, hingga bahasa ini digunakan secara meluas sebagai bahasa komunikasi dalam berdagang dan dijadikan sebagai bahasa kebudayaan pada masa kerajaan Sriwijaya. Dalam perkembangannya Bahasa Melayu pernah dijadikan sebagai Lingua Franca di Kawasan Asia Tenggara pada abad ke 15 hingga abad ke 17 yang menambah eksistensi keberadaan Bahasa Melayu di Kawasan Asia. Sebab dipilihnya Bahasa Melayu sebagai Lingua Franca karena bersifat sederhana tidak ada tingkatan-tingkatan dan lebih demokratis. Hal ini juga di dukung dengan letak tempat tinggal para penduduk melayu yang berada dipusat lalu lintas perdagangan yang dilalui oleh bangsa-bangsa asing. Jalur perdagangan ini di sebut juga dengan kawasan Laut Melayu, terbentang antara Semenanjung Melayu dan Sumatra, yang terkenal juga sebagai Selat Malaka.

Raja Ali Haji dan Bahasa Melayu

            Raja Ali Haji merupakan seorang cendikiawan, sejarawan serta seorang pujangga yang lahir di pulau Penyengat, 1808 dan beliau juga wafat di pulau Penyengat, Kesultanan Lingga  1873. Beliau merupakan anak dari pernikahan antara Putri Selangor bernama Hamidah dan Raja Ahmad anak Raja Haji Fisabilillah, dan beliau merupakan sepupu dari Raja Ali bin Raja Ja’far. Sebagai seorang yang memiliki darah keturunan keluarga Kerajaan Riau beliau juga turut aktif sebagai penasehat kerajaan dan pernah dipercayai untuk memerintah di daerah Lingga bersama sepupunnya mewakili Sultan Mahmud Muzaffar Syah yang saat itu masih belum cukup umur. Sepanjang perjalanan karirnya Raja Ali Haji telah menghasilkan banyak karya tulis, salah satu mahakaryanya yang sangat populer ialah Gurindam Dua Belas, yang menjadi kiblat penulisan kesusastraan pada zamannya dan hingga saat ini sangat di sukai oleh para sejarawan sebagai objek kajian kesusastraan.             

            Raja Ali Haji adalah putra keturunan Melayu dan Bugis, ia tumbuh dan berkembang dilingkungan Kerajaan Melayu yang mendidik anak-anak Melayu berdasarkan norma-norma agama dan budaya, sehingga tidak di ragukan lagi akhlak yang terbentuk pada kepribadiannya yang sangat santun dan kental dengan Kebudayaan Melayu. Kebudayaan Melayu sebagai pusat berkumpulnya para ulama dari berbagai negeri fokus pembelajaran ditekankan pada pengkajian ilmu Islam, mereka yang datang berdomisili di Riau untuk mengajar dan belajar. bahasa dan kesusastraan dikembangkan dan terpelihara dengan baik sebagai aset negara, dan tentu saja hanya anak-anak dari golongan the ruling elite yang mendapat kesempatan untuk mendapatkan Pendidikan. Raja Ali Haji yang memiliki darah kerajaan sangat beruntung dan menjadikannya sebagai tempat untuk mengembangkan diri dengan sebaik-baiknya dan tekun mendalaminya melebihi teman-teman sebayanya. Kepandaiannya pun bertambah-tambah saat dirinya berada di Makkah, dengan semangat mudanya ia menumpahkan segenap waktunya untuk memperdalam bahasa Arab serta ilmu-ilmu agama. Dengan pengajaran yang sedari kecil telah di berikan oleh ayahandanya dan pendidikan dari guru-guru yang terpilih maka di sempurnakan lagi saat dirinya berada di tanak Makkah yang merupakan pusat ibadah dan pengetahuan tentang agama.

Penyempurnaan pendidikan yang ditempuh oleh Raja Ali Haji selama di tanah Makkah merupakan pembekalan diri akan sosok yang akan menjadi idola masyarakat, yaitu sebagai pujangga yang mahir dalam memahami Bahasa Melayu. Dari tanah Makkah itulah terpancar cahaya cemerlang yang menerangi Kebudayaan Melayu hingga mampu bersinar, bersamaan dengan Raja Ali Haji yang Kembali menarik para pedagang setelah hancurnya riau akibat perang melawan Belanda yang dipimpim oleh Raja Haji Fi Sabilillah, kini telah ramai kembali dengan kecakapannya dalam bertukar bahasa. Sejak abad ke-17 persoalan bahasa selalu menjadi pro dan kontra antara pengelola Kerajaan Johor-Riau dengan pemerintah Belanda, sampai dihapuskannya Kerajaan Riau-Lingga. Hal ini tentu di sebabkan karena, bagi orang Melayu Bahasa Melayu memiliki arti yang khusus, lebih dari sekedar bahasa yang hanya di pergunakan untuk berbicara saja.

Sebagai seorang pemuda Melayu yang memiliki kekhawatiran serta di balut dengan kecintaan yang mendalam akan Bahasa Melayu Raja Ali Haji mengarang dua buah buku mengenai bahasa yaitu,  Bustan Al-Katibin dan Kitab Pengetahuan Bahasa yang merupakan kamus ekabahasa pertama di Nusantara. Meskipun peningkatan politik bahasa di Riau sudah dimulai oleh Raja Ali Haji, namun pengaruhnya  masih sangat terbatas. Lalu kepopuleran bahasa Melayu pun melejit setelah pemerintah Belanda menjatuhkan pilihannya pada bahasa Melayu sebagai bahasa yang digunakan dalam pendidikan dan administrasi pemerintahannya. Meski penggunaan bahasa Melayu pada masanya sudah berkembang menjadi bahasa nasional hampir secara harfiahnya, namun sangat di sayangkan tata ejaan huruf-huruf Jawi mulai tidak sesuai dengan aturan-aturannya. Kepopulerannya itulah yang menjadikan bahasa melayu seperti inang dari bahasa-bahasa serapan yang menjadi benalu dan menganggu wujud asli inangnya.

Dalam buku karangannya Bustan Al-Katibin yang artinya “Taman Para Penulis” Raja Ali Haji menuliskan tentang pelajaran-pelajaran dasar, aturan ejaan huruf Arab bahasa Melayu, dan deskripsi tata Bahasa Melayu dengan modelan bahasa Arab. Buku ini merupakan jawaban atas kekhawatiran orang-orang Melayu terhadap gempuran kebudayaan asing yang telah merusak tatanan Bahasa Melayu. pengantaran pada buku ini mempunyai nilai tersendiri, karena di dalamnya dijelaskan bahwa pembelajaran tulis menulis merupakan bagian dari Bahasa Melayu yang mencukupi adat, adab, dan budi pekerti.

Melalui buku Bustan Al-Katibin ini juga, Raja Ali Haji mampu mengangkat Bahasa Melayu menjadi bahasa yang layak sebagai bahasa pemersatu bangsa. Bahasa Melayu yang mengalami peralihan dari masa ke masa ini  sudah sejak lama diakui potensinya sebagai bahasa yang dapat memperluas wawasan yang melibatkan bangsa eropa di Asia Tenggara. Bahkan dalam perjalannya Bahasa Melayu dicatat sebagai bahasa tulis yang resmi di gunakan dalam lingkup istana dan keagamaan. Dan dengan perkembangannya yang begitu pesat itulah Bahasa Melayu yang melekat menjadi bahasa keseharian, perdagangan, dan bahasa interaksi masyarakat di pasar pelabuhan seakan-akan menjadi seperti keajaiban bahasa itu sendiri.

Reid (1988) Bahasa Melayu menjadi bahasa perdagangan di Asia Tenggara. Penduduk dari kota besar perdagangan diklasifikasikan sebagai orang Melayu karena mereka berbicara dalam bahasa itu dan memeluk agama Islam, walaupun keturunannya berasal dari Jawa, Mon, India, Cina, dan Fhilipina… setidak-tidaknya mereka yang berjualan dan berdagang di Pelabuhan-pelabuhan besar berbicara dalam Bahasa Melayu , seperti berbicara dalam bahasa mereka sendiri.

Bahasa Melayu yang merupakan bahasa yang tidak memiliki tingkatan dalam penuturannya dan bahasa yang mudah untuk di kuasai, dengan strukturnya yang sederhana dan kosakata yang bersifat terbuka itu memudahkan orang awam untuk memahaminya. Dan Bahasa Melayu yang berkembang di Riaulah yang kemudian dikembangkan oleh Raja Ali Haji ini yang menjadi cikal bakal dari bahasa Indonesia.

Pada Kongres Pemuda yang digelar pada tanggal 28 Oktober 1928 telah ditetapkan buku karya Raja Ali Haji yang berjudul Kitab Pengetahuan Bahasa sebagai bahasa nasional Indonesia, yang dikenal juga sebagi hari sumpah pemuda. Kemudia pada tahun 1972, Indonesia meresmikan pemakaian Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) yang terpakai sebagai bahasa Indonesia hingga sekarang. Sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan atas perjuangan Raja Ali Haji di bidang bahasa, Gubernur Riau, H.M. Rusli mengusulkan menjadikan Raja Ali Haji sebagai Pahlawan Nasional. Lalu Akhirnya Pada tahun 2004, keluarlah keputusan Presiden RI No. 089/TK/Tahun 2004 yang menyatakan bahwa Raja Ali Haji adalah Pahlawan Nasional. Dan dengan karya tata bahasanya  yaitu buku Bustan Al-Katibin beliau mendapat gelar sebagai Bapak Bahasa Indonesia.

Adapun beberapa bentuk penghargaan atas jasa-jasanya, pemerintah Provinsi Kepulauan Riau mendirikan sebuah Monument Bahasa Melayu dan mengangkat kisah Raja Ali Haji menjadi sebuah film yang berjudul “Mata Pena Mata Hati Raja Ali Haji”. Penghargaan serta penghormatan Raja Ali Haji juga ditulis dalam sebuah buku biografi yang berjudul “Sejarah Perjuangan Raja Ali Haji Sebagai Bapak Bahasa Indonesia” yang terbit pada tahun 2004.

Eksistensi Bahasa Melayu Masa Kini

Eksistensi Bahasa Melayu di nusantara bukanlah suatu hal yang tabu, bahkan bisa di katakan bahwa Bahasa Melayulah yang mempelopori adanya kemajuan di nusantara. perkembangan Bahasa dan Kebudayaan Melayu yang sangat signifikan pada era perdagangan dan kolonialisme ternyata tidak menjadikan Bahasa Melayu populer lagi setelahnya. Pasca penetapan bahasa Indonesia menjadi satu satunya bahasa persatuan pada kongres sumpah pemuda, akhirnya menjadikan Bahasa Melayu hanya sebagai bahasa kebudayaan yang hanya terpakai oleh orang suku aslinya saja. Bahkan penggunaan bahasa Indonesia yang seharusnya sudah di atur sesuai Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) itu sudah mulai cacat dengan ikut tercampurnya bahasa-bahasa asing.

Dapat kita lihat dari keberadannya, Bahasa Melayu saat ini hanya diketahui dan dipakai di tempat-tempat yang dulunya menjadi jalur perdagangan Asia saja. Di luar Kepulauan Melayu penggunaan Bahasa Melayu sudah sangat sedikit bahkan jarang digunakan lagi, sangking jarangnya penggunaan Bahasa Melayu sehingga masyarakat yang berada di kota-kota besar banyak yang menyalah artikan keberadaan bahasa ini bukan sebagai ciri bahasa Indonesia melainkan sebagai ciri dari bahasa Malaysia. Hal ini dikarenakan dengan pengenalan Bahasa Melayu yang dikenalkan melalui kartun Upin Ipin yang berasal dari Negara Malaysia sehingga, tidak sedikit yang beranggapan bahwasannya penggunaan Bahasa Melayu hanya ada di Malaysia saja. Banyaknya ketidaktahuan masyarakat Indonesia tentang keberadaan bahasa melayu di Indonesia, juga disebabkan oleh kurangnya minat anak-anak muda melayu yang mau memperkenalkan bahasanya kepada masyarakat luas, serta minimnya materi pengajaran yang membahas bahasa melayu sebagai cikal bakal bahasa Indonesia di sekolah.

Eksistensi Bahasa Melayu yang menjadi akar pokok bahasa Indonesia ternyata tidak menambah kepopulerannya di nusantara, bahkan keberadannya hampir tidak diketahui oleh masyarakatnya sendiri. Hal ini dapat di simpulkan dari eksperimen kecil yang dilakukan oleh penulis kepada teman-teman di sekitarnya, dari sepuluh orang yang diberi pertanyaan yang sama yaitu “ bahasa Indonesia berasal dari bahasa?”, hanya 2 yang bisa menjawab pertanyaan tersebut yaitu bahasa melayu, selebihnya ada yang menjawab bahasa latin, bahasa yunani, dan bahasa jawa. Sungguh sangat di sayangkan sekali, jika para pemuda pemudi yang berasal dari daerah melayu itu saja tidak tahu tentang kedudukan bahasa melayu, lalu bagaimana mungkin masyarakat yang berada di daerah-daerah lain akan tahu bahwasannya bahasa melayu lah yang menjadi akar pokok dari bahasa Indonesia.

Sebagai identitas dan jati diri bahasa Indonesia, sudah sepatutnya bahasa melayu mendapat perhatian yang penting. Sekalipun bahasa melayu sudah ditetapkan sebagai pokok bahasa Indonesia dalam sumpah pemuda, bukan berarti hanya sebagai bahasa yang tercatat dalam sejarah dan kemudian terkubur habis bersama sejarah itu. Peran pemerintah sangat di perlukan dalam pengenalan masyarakat akan pentingnya bahasa melayu bagi bangsa Indonesia, dan tentu saja pengenalan budaya melalui generasi-generasi muda sangat diperlukan sebagai pemicu kepopuleran bahasa melayu. Jangan merasa malu untuk  memperkenalkan kebudayaan serta bahasa melayu kepada khalayak luas.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *