Bahasa Melayu mengalami beberapa tahap perkembangan pada masa kerajaan-kerajaan tradisional di Nusantara, masa penjajahan hingga ke masa negara-negara yang menggunakan bahasa Melayu seperti negara Indonesia, Malaysian, dan Brunei Darussalam serta Singapura dan Thailand Selatan. Setelah mereka merdeka dari penjajahan bangsa Barat.
Kang Yuan Zhi (pendeta agama Buddha) melakukan perjalanan dari Guangzhou (kanton) menuju India. Sebelum menuju ke India, ia belajar selama kurang lebih setengah tahun di Sriwijaya. Ia mempelajari sabdwidya (tata bahasa Sanskerta) sebagai persiapan melanjutkan perjalanannya ke India. Pada saat sampai di Sriwijaya, Kang Yuan Zhi menuliskan catatanya tentang negri itu.
”Di kota yang dikelilingi benteng, Fo-shih, ditemukan lebih dari seribu pendeta Budha yang tekun mempelajari banyak hal, seperti di India; peraturan dan upacaranya sama seperti yang dilakukan di India. Jika seorang pendeta Cina ingin pergi ke barat untuk mengerti dan membaca [teks Budha di India], di dapat tinggal setahun atau dua tahun di Fo-shih dan mengerjakan peraturan yang baik di sana; kemudian dia dapat pergi ke India tengah,” (Coedés, 1968:81 dalam Collins, 2011:9).
Dari catatan itu dapat kita ketahui bersama bahwa bahasa Melayu kuno, dipakai secara luas dan menjadi bahasa resmi kerajaan Sriwijaya. Baik sebagai bahasa agama, bahasa perdagangan dan bahasa komunikasi sehari-hari. Pada masa itu bahasa Kunlun (bahasa Melayu kuno) telah menjadi bahasa internasional. Digunakan sebagai bahasa resmi kemaharajaan Sriwijaya, menyebabkan bahasa Melayu mampu menjadi lingua franca dan menjadi bahasa internasional Asia Tenggara. Kang Yuan Zhi juga menyampaikan, telah berkembang pula bahasa Melayu ragam ilmiah. Bahasa Melayu ragam ilmiah ini digunakan untuk menuliskan karya-karya ilmiah pada saat itu.
Meredupnya masa kegemilangan dan kecemerlangan Sriwijaya membuat pusat tamadun Melayu berpindah-pindah. Salah satunya ke Melaka. Sejak awal abad ke-15, kerajaan melaka telah menjadi pusat perdagangan dunia, di sebelah timur dan mengalami kemajuan yang sangat pesat. Para saudagar dari Persia, Gujarat dan Pasai juga menyebarluaskan agama Islam diseluruh wilayah kekuasaan Melaka. Untuk mempermudah interaksi komunikasi antar saudagar dengan masyarakat setempat, merekapun menyebarkan bahasa Melayu. Bersamaan dengan masa kejayaan Melaka ini, dimulailah masa tamadun Melayu Iislam. Yang pada saat itu, bahasa Melayu mendapat pengaruh dari berbagai bahasa dari para pedagang tersebut (Arab, Persia, Gujarat dan lain-lain). Menjadikannya sebagai bahasa kedua mereka. Selain itu bahasa Sanskerta, Tamil, Mongolia, Jawa, dan Tionghoa juga ikut memperkaya bahasa Melayu yang mereka gunakan di bandar pelabuhan Melaka.
Portugis menaklukkan Melaka pada tahun 1511. Akibatnya, khazanah kebudayaan zaman Melaka saat itu musnah terbakar. Sebagai Raja terakhir Imperium Melayu Melaka, Sultan Mahmud berkali-kali berusaha untuk merebut kembali Melaka, namun usaha beliau gagal.
Negara Melayu baru dipimpin oleh Sultan Mahmud sejak 1530 yang pemerintahannya berpusat di Johor, kemudian pindah ke Hulu-Riau, Tanjungpinang Kepulauan Riau pada tahun 1678 oleh Sultan Ibrahim Syah. Pembinaan dan pengembangan bahasa dan kesastraan sebagai usaha menggantikan khazanah Melaka yang telah musnah, dilakukan pada saat Kerajaan berpusat di Johor.
Lahir diPenyangat 1808 sebagai anak bangsawan, Raja ali Haji dengan nama lengkap Raja Ali Al-Hajj Ibni Raja Ahmad Al-Hajj ibni Raja Haji Fisabilillah ini memiliki, banyak kesempatan untuk belajar langsung bersama para ulama besar islam. Yang, datang ke istana dari berbagai Negri. Tidak hanya itu, ia juga bertemu dengan Christiaan Van Angelbeek seorang ahli bahasa dan kebudayaan Melayu. Pertemuan itu terjadi pada saat Raja Ali Haji melaksakan ibadah haji pada tahun 1828 di Mekkah. Saat di Mekkah ia memperdalam ilmu agama, serta belajar ilmu tasawuf. Sepulangnya ia dari Mekkah. Ia langsung dikawinkan dengan saudara sepupunya yang bernama Raja Halimah anak perempuan dari yang dipertuan muda Riau Ja’far Raja Ja’far.
Bustanul khatibin (kita tata bahasa melayu pertama) dengan judul lengkap Bustan al-katibin li al-sibyan al-muta’allimin (taman para penulis untuk untuk anak-anak pelajar). Kitab ini berisikan sebuah mukadimah yang menjelaskan kelebihan ilmu serta akal. Dan, terdiri dari 31 pasal yang dibagi menjadi tiga kelompok pembahasan: tata ejaan, pembahasan kelas kata, analisis kalimat. Merupakan karya beliau yang muncul dari awal kecemasan beliau setelah terjadinya perjanjian Inggris-Belanda pada tahunb1824 yang membagi daerah kekuasaan Kepulauan Riau dibawah pimpinan Hindia-Belanda. Selain itu juga dikarenakan atas kesadaran beliau mengenai ilmu percetakan dan perpustakaan sebagai sarana untuk pemersatu bangsa.
Sebagai seorang cendekiawan yang paling mahsyur kalau itu, serta memiliki segudang ilmu pengetahuan membuat ia menuliskan berbagai karya yang tak hanya di bidang kesastraan. Karya beliau yang laiin Muqaddima fi intizam (1857) dan Tsamarat al-muhimmah (1858) mengenai ilmu hukum, politik dan pemerintahan. Lalu, dibidang sejarah silsilah Melayu dan Bugis (1866), Tuhfat al-nafis (1865), al-qubra dan al-sugra. Beliau wafat tahun 1873. Sampai akhir hayat menjadi pengendali umat yang mengajarkan kepandaian berbahasa membuat ia melahirkan banyak sastrawan. Selanjutnya meneruskan perjuangan beliau. Melihat hal ini para cendekiawan dan budayawan kerajaan Riau-Lingga itu mendirikan sebuah organisasi yang bernama Rusydiah kelab pada tahun 1880. Untuk mempertahankan, serta melaksankan pembinaan dan pengembangan bahasa Melayu, kerajaan mendirikan percetakan Rumah cap kerajan diLingga, mathba’at al-riawiyah diPenyengat, dan al-ahmadiyah press di Singapura.
Kongres Pemuda 1928 yang menghasilkan sumpah pemuda berikut ini:
Pertama
Kami poetera dan poeteri indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah indonesia.
Kedoea
Kami poetera dan poeteri indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa indonesia.
Ketiga
Kami poetera dan poeteri indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa indonesia.
by: Kontan.co.id
Sebelum menjadi bahasa yang utuh dan bisa diterima semua kalangan serta menjadi bahasa pemersatu bangsa Indonesia saat ini. Dalam perjalanannya bahasa Indonesia berakar dari bahasa Melayu yang telah mengalami benyak perubahan makna, ejaan, serta arti kata. Hingga disempurnakan berdasarkan peraturan menteri pendidikan nomor 50 tahun 2015 tentang pedoman umum ejaan bahasa Indonesia (EBI) untuk saat ini.
Ditulis Oleh : Sumiati , Mahasiswa Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam STAIN Sultan Abdurrahman Kepulauan Riau